"yah, anakku baru saja pergi meninggalkanku," tangis pemuda itu dalam perjalanan pulang dari rumah sakit menuju rumahnya. sinyal handphone yang putus-putus membuat suara tangisnya semakin pilu. di sampingnya terduduk lesu istri yang sangat disayangi pemuda itu. setengah tidak percaya karena kemarin masih dirasanya hangat janin di perutnya. setengah tidak percaya karena suaminya masih bermain-main dengan janinnya, dan sang janin pun membalas dengan gerakan halusnya. setengah tidak percaya, karena ia telah kehilangan sesuatu bahkan sebelum ia memulai memeluknya, memegangnya, bahkan melihatnya.
sang ayah bergeming, tidak bergerak apalagi beranjak dari duduknya. sang ayah yang biasanya tegar itu menangis. menangis karena ia baru saja kehilangan calon cucu perempuan yang sangat diharapkannya itu. menangis karena istrinya sedang tidak ada di sampingnya. menangis, karena anak lelakinya menangis.
ayah itu, ayahku.
pemuda itu, abangku.
aku pun menangis. karena tidak bisa berbuat apa-apa. bahkan tidak bisa menghibur dengan sentuhan apalagi dengan pelukan. pun dengan tawa.
tapi, sejauh manakah tawa bisa menghibur? kalau bisa, aku pun ingin tertawa saat ini.
tapi aku tahu, kesedihan adalah tunggal. tidak bisa dibagi-bagi, maupun diseimbangi. tidak bisa diukur dengan keberadaan seseorang. apalagi hanya dengan keberadaanku.
tapi, aku ingin berada di sana.. setidaknya, untuk menunjukkan bahwa aku sayang, aku peduli..
andaikan manusia tidak dibatasi ruang dan waktu..
*innalillahi wa'innaillaihi raji'un untuk calon keponakan saya..
tapi hey, setidaknya aku punya satu keponakan yang insya allah sudah pasti masuk surga (meminjam istilah andrie, seorang sahabat-red)..
Saturday, September 04, 2004
ruang dan waktu..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment