curhat panjang =(

Gw mau curhat.

This, is my neverending story. Sebetulnya udah basi banget, karena ini adalah situasi gw sejak gw mengenal dunia, dan diperparah lagi, sejak gw pingin kenal dunia lebih lanjut. Beuh, bahasanya..

Anyways, gw adalah manifestasi terbaik dari bapak dan ibu gw. Mereka adalah orang biasa dengan segala keterbatasan mereka. Gw harus akui mereka adalah contoh yang baik buat anak-anaknya, walaupun mereka (pasti) punya kesalahan dan kekurangan.

Intinya, ini gw kutip dari Kompas, 28 April 2006 lalu. I think this describes my parents perfectly.

"... cukup sering orang tua bermaksud melindungi anak dan remaja (terutama perempuan) dengan melarangnya bersosialisasi, membaca atau menonton (yang "dinilai" buruk), berhubungan dengan lawan jenis, dan menghukum anak ketika melakukan hal yang dilarang, bahkan memutuskan pendidikan dan pasangan hidup anak. hal sama juga sering terjadi pada perempuan dewasa, dilarang bekerja atau keluar malam dengan alasan melindungi.."

"... asumsinya adalah pihak lain lebih mengerti apa yang baik, dan karena itu memiliki otoritas
mengambil keputusan."
====

Gw adalah adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga gw; it’s hard being the only girl in the family. Gw, anak ke-empat dari lima bersaudara. Siyalnya, abang gw itu hampir semuanya gak beres, in their on way. Ada yang ketagihan perempuan, sampe2 dua kali kawin, and both of them were got knocked out even before they tie the knot. Ada yang punya keanehan2 lain yang agak sulit gw terangin disini. Intinya, gw gak pernah bisa rely apapun ke abang2 gw. Lebih parahnya lagi, satu2nya ade gw adalah insensitive bloke yang karakternya mendekati autis. Asosial. Ergo, boro-boro mengandalkan mereka, untuk bercerita sama mereka pun gw hampir gak pernah. Dan gak bisa.

Nah, thanks to all my dysfunctional siblings, si orang tua gw jadi berharap banyak sama gua. Gw pikir gw udah terbiasa dengan tekanan-tekanan yang gw dapet dari jaman gw kecil dulu. Tapi ternyata, kalo lagi capek sama keadaan, gw bisa frustrasi sendiri dengan keadaan gw. Not that I’m being ungrateful for what I have, no. Takut kualat juga gw. Tapi, ada keadaan di saat gw ngerasa lemah, gak tau musti ngapain. Di satu sisi gw pingin berontak, pingin bilang kalo gw akan baik-baik aja dengan pilihan gw sendiri. You know, the ‘get out my life, I can deal with all the shit’ kinda thing. Tapi, it’s always better said than done, isn’t it? Gw gak pernah berani untuk itu. And it frustrates the hell out of me.

Gw pikir semua fase frustrasi itu akan berakhir seiring dengan jalannya waktu. Im 25 this year, for God’s sake, tapi ternyata tetep aja gw dapet perlakuan yang sama dengan anak ABG yang baru masuk SMA.

“Put, jangan pulang malem-malem..”, di saat gw mau pergi sama temen-temen SMA gw yang intinya udah tau keluarga gw luar dalem, and vice versa.

“Put, don’t go with si anu, dia orangnya begini, si inu malah lebih parah..”, di saat gw mencoba untuk menjalankan hubungan yang sehat dengan seorang lelaki.

“Kerja? Kerja apaan sampe jam 12 malem gini?”, di saat gw lembur sampe jam 10 malem. Sisanya gw kejebak banjir. Dengan badan capek seharian kerja & lembur, dengan sisa-sisa tenaga gw nyetir nerobos macet dan banjir, and all I got is disbelieves from my own mother? Geez, thanks Mom.

See, tekanan2 yang dilontarkan ke gw gak akan pernah abis. Jaman ABG dulu, she worries tentang pergaulan gw, tentang gimana cara pilih temen yang baik. Yang bisa sukses bareng endeske endebre. I survived that phase, quite well.

Berangkat kuliah, tekanan masih berkisar hal yang sama. Tentang gimana biar selesai kuliah tepat waktu, tentang gimana nanti dunia kerja is gonna be so harsh and hard, tentang ketakutan-ketakutan mereka kalo gw salah pilih karier dan pilih lingkungan. Di fase ini bonyok juga paling takut gw menjalin hubungan dengan sembarang laki-laki. Yang walaupun mereka gak bilang terus terang, mereka takut gw end up kaya abang gw si brengsek. Hamil duluan. Dan di fase ini, gw rasa gw lumayan sukses. Sukses untuk membuktikan diri bahwa I could live my own good life. Again, I survived.

Nah, sekarang, walaupun gw masih tinggal sama bonyok gw, masih makan nasi bokap gw, tapi gw udah berusaha untuk start my own career. Dan guess what yang gw dapet dari mereka? Lagi-lagi ketidakpercayaan. Dan kali ini, gw gak tau apakah gw bisa survive.

Gw bener-bener capek. Di saat semua temen gw udah bisa milih jalan hidup mereka sendiri, without major meddling from their own family. Di saat semua orang udah hampir punya steady career, steady relationship, gw masih aja luntang lantung, bingung dengan apa yang gw pilih, gak berani ambil keputusan, takut untuk keluar dari my comfort zone. It sucks to be me. Tailah nih kaya begini.